Rabu, 24 Desember 2014

Malaikat Tanpa Sayap

Senyuman riang yang terlukis di bibirmu masih terukir jelas dibenakku. Suara tawamu masih terdengar jelas ditelinga ini.” Gugur” iya aku sebut gugur, karena itulah kata yang pantas karena kepergianmu malaikat tanpa sayapku.

Dengan mudah bunga yang indah merekah, gugur dan jatuh begitu saja. Bunga yang harum dan indah, juga akan jatuh ditanah yang lembab dan gelap.

Mungkin waktu ini terasa semakin berlalu. Tinggalkan semua cerita tentang persahabatan kecil kita. Malam tragis itu, ah.. sudahlah aku tak ingin mengingat kenangan buruk itu. Aku sangat membencimu, kau biarkan aku terhempas sendiri disini. Masih ingatkah janjimu dulu untuk selalu ada untukku, hingga masa tua kita menjemput.

Masih tergambar jelas dipelupuk mata ini, darah yang kau hempaskan mewarnai jalanan itu. Masih terdengar jelas jeritan sakitmu didaun telinga ini, saat truk besar itu menghempas tubuhmu tanpa rasa belas kasihan sedikitpun.

Kini aku merindukan senyuman kecilmu pelipur laraku. Pelukan yang menenangkan jiwa ini. Bersama ingin kini aku tinggalkan cerita semua tentang kita.

Ada cerita tentang aku dan kamu, saat kita bersama saat dulu kala. Masa yang indah itu , saat kita berduka, saat kita tertawa. Kini telah tiada, hilang bersama waktu.

Haruskah aku pergi tinggalkan dunia, agar aku dapat berjumpa denganmu lagi. Masih terbesit rasa tidak percaya ini, saat aku mulai teringat bahwa kini aku telah sendiri.
Masa putih abu-abu, masa itulah yang mempertemukan kita. Bangku kelas paling depan, tepat disamping jendela berwarna kuning itulah, saksi bisu bahwa persahabatan kita pernah ada.

Rasa sakit ini masih membekas sangat jelas di dalam hati yang paling dalam ini. Rasa marah dan kecewa pernah aku berikan pada Tuhanku. Tuhanku, mengapa ini semua terjadi pada persahabatan kami? Mengapa engkau berbuat tidak adil padaku? Tahukah engkau, bagaimana rasa kehilangan ini saat aku melihat bahwa aku telah sendiri ! Haruskah kami dipisahkan di masa-masa yang indah ini? Haruskah aku merasakan kehilangan saat ini? Saat aku mulai menemukan sosok sahabat yang menjadi penyemangat hidupku.

Ingin rasanya aku menangis, ingin rasaya aku berteriak sekeras mungkin. Tapi, pada siapa? Pada siapa kemarahan ini aku tunjukkan. Semua ini tak akan merubah keadaan. Dia tak akan kembali. Tak akan pernah kembali.

Semua orang melihatku, namun mereka hanya berkata dengan mudah “sudahlah ikhlaskan saja” . Tersayat hatiku, saat mereka tak bisa merasakan apa yang aku rasakan. Dengan mudahnya mereka mengatakan kata itu. Mereka tidak bisa merasakan rasa kehilangan yang mendalam ini. Mereka tak bisa merasakan gejolak yang ada di dalam batini ini.

Langit menjadi gelap berkelabu, menyelimuti hatiku. Mengubah seluruh hidupku. Ku akan menati sebuah keajaiban, yang membuat kita bisa bersama kembali.

Bagai malaikat tanpa sayap, kau hadir ditengah-tengah kehidupanku. Pengobat dari semua lukaku, penenang disetiap gelisahku, dan penyemangat di kala aku mulai terjatuh.

Separuh nafasku, kuhembuskan untuk dirimu. Biar rinduku sampai kepada bidadariku. Kamu segalanya, tak terpisah oleh waktu. Walau bumi menelanmu, ku tetap merindukanmu.
Jangan pergi, jangan pergi, ku tak ingin sendiri. Aku takut sendi disini. Pada siapa ku harus bersandar lagi, pada siapa kuharus berbagi lagi, pada siapa?

Mataku kini menjadi buta, tangan ini menjadi beku, air mata ini telah habis. Aku tak bisa merasakan keindahan dunia ini lagi, bahkan wangi mawarpun tak bisa kuhirup lagi. Hanya nafas ini yang masih berhembus.

Tak ada yang bisa, menggantikan dirimu. Kini aku bagai mayat hidup yang hanya bisa merasakan kesedihan. Tak ada lagi warna dalam hari-hariku. Tak ada lagi senyuman yang dulu. Duniaku menjadi abu-abu. Sangat kelam. Bener-benar gelap dan sunyi.

Apa kata yang pas untuk protes pada waktu? Mungkin saatnya kau tenang disana. Hari-hari yang kujalani, kini semua kan terasa sunyi. Walau hampa pasti kuhadapi, kuucapkan selamat jalan. Selamat jalan kawan, semoga kau tenang. Semua canda tawamu, bayanganmu tak akan pernah hilang.

Sampai kini ku masih tak percaya, bahwa kau telah tiada. Mungkin batu nisan, bisa memisahkan kita. Namun ambisimikan selalu ada diantara kita, hanya doa yang akan aku panjatkan untuk menemani langkahmu menuju singgasana surga.
Selamat tinggal..
Tidur yang lelap..
Mimpi yang indah..
Selamat jalan...

Bila waktu telah berakhir, teman sejati tinggallah sepi. Mungkin aku lelah, aku ingin tidur, tapi tidur untuk selamanya. Sesungguhnya aku tak rela, melihat kau disana, sungguh hati terluka. Cukup puas kau buat diriku merasakan hancur. Kembalilah padaku.

Kutaburkan bunga diatas pemakamanmu. Bunga terakhir kupersembahkan padamu sebagai tanda betapa berharganya dirimu.

Masa yang indah, ini semua telah berakhir. Aku yang lemah tanpamu, aku yang rentan karena sosok yang hilang dari hidupku. Selama mata terbuka, sampai jantung tak berdetak selama itupun aku mampu tuk menyayangmu. Bagiku kaulah sahabat sejati. Darimu kutemukan hidupku.

Bila yang tertulis untukmu, adalah yang terbaik. Kan ku jadikan kau kenangan dalam hidupku. Namun tak kan mudah bagiku, meninggalkan jejak hidupku yang terukir abadi sebagai kenangan yang terindah.

Aku memang tak berhati besar, untuk memahami semua ini. Aku memang tak berhati lapang untuk semua ini. Inilah kisah persahabatan kita yang tak sempurna.

Dengarlah..

Dengarlah aku..

Aku akan bertahan menghempas ombak kesedihan ini ..

Tertutup sudah pintu kebahagiaanku. Kini kau pergi dari hidupku. Ku harus relakanmu, walau ku tak mau. Berjuta warna pelangi di dalam hati. Sejenak luluh bergeming menjauh pergi. Tak ada lagi cahaya suci.

Semua nada beranjak, aku terdiam sepi. Dengarlah, suara tangisanku. Karena semua ini menusuk jantungku. Ucapkan, semua puisi tentang hidupku yang tak bisa menakhlukkan waktu.

Hati ini tak menyangka bila akan kau tinggalkanku. Aku pun menangis tak kuasa. Tuk menahan pedihnya hatiku. Tanpa ada kata kau meninggalkanku. Menyisakan luka dikehdupanku, merasakan hilangnya dirimu. Hari ini tak seperti kemarin, hari ini tak seindah hari kemarin.

Aku hilang..

Aku hilang..
Terasa kerinduan hati yang terhempas oleh waktu, dengarkanlah permintaan hati yang teraniaya sunyi. Dan berikanlah arti dalam hidupku yang hancur ini. Menghirup rindu yang sesakkan dada. Jalanku hampa saat ini. Inginku pegang erat dan ingin kuhalangi waktu agar kau tak pergi. Perjalanan sunyi yang kau tempuh sendiri. Kekuatan persahabatan yang bertabur janji, genggamlah tanganku sahabatku. Ku tak akan pergi meninggalkanmu sendiri, ku akan temani hatimu.
Kutringat hati, yang bertabur mimpi,kemana kau pergi. Masihkah mengingat persahabatan kita? Masihkah kau mengingat sahabatmu ini? Tunggu aku disana, tunggu aku di surgamu.

Kita, Untuk Selamanya...

Selasa, 23 Desember 2014

Entahlah

Entahlah, apa yang ada dibenakmu, tak dapat aku pahami. Entah apa yang kau pikirkan tentangku. Sejenak kuteringatt awal pertemuan manis kita. Berawal dari kata "hai" kini aku bisa mengenalmu. Terkadang sempat terlintas dibenakku, apa yang kurasakan sangat tidak menentu.

Kamu...iya kamu yang disana, entah disana engkau memikirkanku atau tidak. Disini aku sangat bimbang akan perasaanmu. Masihkah kau mencintainya? Masihkah dibenakmu ada dia? Apa aku tak berarti lagi bagimu? Beri aku kepastian.

Terkadang sikapmu yang lemah lembut, memanjakanku bagai seorang putri di istana dan caramu melindungiku, membuat aku luluh padamu. Melihat matamu yang besinar, melihat senyummu yang menyejukkan hati, ini sangat meyakinkanku bahwa aku telah menemukan cinta sejatiku.

Bila engkau memang tak memiliki perasaan yang dalam padaku, hapus namaku dari kehidupanmu. Ini hati, bukan halte yang bisa kau singgahi untuk sementara. Ini hati bukan sepotong baja yang kokoh. Aku bisa rapuh, aku juga bisa terjatuh. Jangan siksa batin ini, jangan lukai hati ini lagi.

Sungguh lelah yang aku rasakan. Pergilah..sudah pergilah. Jangan kau lukai aku lebih lama lagi, jangan kau sakiti aku lebih lama lagi. Datanglah padaku saat jalan pikiranmu sudah tak bimbang lagi. Jangan pernah temui aku lagi. Lelah hatiku, aku ingin menatap kedepan lagi. Jangan halangi jalanku. Biarkan aku terbang tinggi, bebas, keatas awan. Dan merasakan indahnya duniaku.

 Biarkan aku berkarya. Tak kan kubiarkan airmata ini membasahi tiap senti pipi ini. Biarkan angin membawa semua kesedihanku. Biarkan hujan yang menghapus air mata ini. Biarkan matahari memancarkan ketenangan lagi padaku. Pergilah..pergilah...terbanglah jauh bersama anganku.

Senin, 22 Desember 2014

Emosi yang Kurasakan Saat Ini

Inilah yang kurasakan saat ini. Sebuah luapan emosi yang sangat besar. Bagaikan badai yang ingin menerjang dan menghepas. Mata ini bagaikan kelam ditelan malam, Hati terasa keras melebihi batuan beton yang sangat kuat.

Tak ada yang bisa meluluhkan hati ini, saat emosi ini telah meluap bagaikan badai. Jangan pernah hentikan aku, jangan pernah halangi aku, dan jangan pernah mencoba menghilangkannya bila dirimu tak ingin menjadi bangkai.

Bagaikan kucing yang tertidur, kini kucing itu telah terbangun dan menjadi seekor singa yang besar, siap mengaum dan siap menerkammu. Sebuah kesalahan yang ada, jangan pernah kau anggap remeh hal itu. Kau tidak sadarkan, bahwa kesalahan yang kau anggap kecil itu, bagiku adalah sebuah bencana yang sangat membuatku marah.

Inginku mematahkan kepalamu, tanganmu dan aku cincang tiap sentimeter badanmu, lalu aku bakar hidup-hidup dirimu dan aku bungkus bangkaimu bagai sebungkus nasi dan aku tenggelamkan di genangan lumpur yang sangat pekat hingga dirimu benar-benar musnah.

Jangan pernah meremehkan kemarahan orang yang pendiam dan lemah lembut. Tak akan ada yang lebih menakutkan daripada marahnya orang yang diam.

Hujan Malam Ini

Aku pandangi langitku malam ini. Awan hitam mulai menutupi indahnya permadani biruku yang terbentang luas disana. Sejenak aku merasakan tetesan air yang mulai turun dan membasahi pipiku. Berlian kecil yang gemelapan di tiap malamku kini sudah tak terlihat lagi.

Suara rintikan kecil mulai terdengar membasahi atap rumahku. Tanaman didepan istanaku mulai bergembira seakan menyambut riang rintikan hujan yang akan membasahi halaman istanaku ini.
Udara sejuk mulai terasa berhembus di antara pori-pori kulitku.

Tanah-tanah mulai terbasahi, bau tanah yang khas saat tersentuh hujan mulai merasuk di hidungku. Terasa indah dan tenang jiwaku melihat semua ini. Aku hanya bisa berdiri di dekat pintu melihat setetes demi tetes air hujan mengalir.

Sejenak ku tadahkan tanganku, kurasakan air yang dingin mulai membasahi tangan ini. Ingin rasanya aku berlari dan menari ditengah derasnya hujan ini, bagaikan seorang putri di kisah negeri dongeng yang biasa aku lihat saat aku kecil dulu. Tapi aku sadar, ini adalah kehidupan nyata. Aku hanya bisa melihat bumiku ini mulai terbasahi dan merasakan kesegaran dan ketenangan dijiwaku.

Aku pejamkan mataku, dan biarkan jiwaku terbang merasakan kebahagiaan dan jiwa yang bebas bersama rintikan hujan yang turun. Ku lepaskan semua beban pikiran dan kejenuhan dalam hidupku. Ingin aku katakan pada dunia "Alirkan dan benamkan semua kejenuhan dalam pikiranmu dalam tiap tetes air yang mengalir, lupakan sejenak semua masalahmu dan bersihkan pikiranmu bersama ketenangan jiwa, dikala kesejukan yang hujan bawa untukmu"

Sahabat Sejati itu Malaikat Tanpa Sayap

Kali ini aku akan membahas tentang Arti Sahabat Sejati versi pandangan dan pengalaman hidupku dalam mencari sahabat sejati. Aku memberi judul Sahabat Sejati itu Malaikat tanpa Sayap, karena sosok sahabat adalah sosok yang paling tidak asing disekitar kita. Tanpa sahabat kita hanya merasa sendirian dikerumunan orang banyak.

Kata "Sahabat Sejati". Itulah sebuah gelar tertinggi bagi orang yang tidak sedarah dengan kita tapi dia lebih mengerti kita bahkan lebih dekat dengan kita dari kerabat kita sendiri. Dia adalah sosok yang kita ingin beri tahu, disaat ada kabar gembira yang kita dapat, dan dia orang yang pertama kita butuhkan saat kita sedang terpuruk dan sendiri.

Malaikat tanpa sayap adalah sebutan yang pantas bagi seorang sahabat sejati. Belum tentu seorang sahabat yang kita miliki sekarang kita bisa sebut sahabat sejati. Sebutlah sahabat sejati sahabatmu, bila ia tetap bertahan dikala jarak dan waktu telah memisahkan kalian. Persahabatan yang sejati tidak akan ada kata "sibuk" yang kita lontarkan bagi sahabat kita.

Dia yang lebih mengerti kita lebih dari seorang ibu, dia yang membuat kita tertawa lebih dari seorang adik, dia yang memberi nasihat kita lebih dari seorang ayah dan dia yang menyayangi kita lebih dari seorang kekasih , ialah yang bisa kamu katakan sahabat sejati.

Untuk menemukan sosok seorang sahabat sejati sangatlah berat, Sahabat sejati bukanlah dia yang datang saat kamu membagi kabar bahagiamu dan pergi disaat kamu berada dalam keterpurukan. Sahabat sejati ialah sahabat yang mengulurkan tangannya saat kamu sedang terjatuh, dan menjadi obat penenang jiwamu dari masalahmu.

Sahabat sejati ialah dia yang menerima kamu apa adanya, menerima semua kekuranganmu, dan menerima keadaanmu dalam bentuk apapun. Tidak peduli pada perkataan semua orang tentangmu, dan memberi kepercayaan penuh padamu.

Katakanlah pada sahabatmu saat ini "Sahabatku, jadilah sahabatku untuk selamanya, terimalah aku apa adanya, jangan pernah tinggalkan aku, bangunkan aku dikala aku mulai terjatuh, sadarkan aku bila aku sudah mulai lupa dengan siapa diriku , dan tetaplah sayangi aku bagaikan kita saudara sedarah"

Tetaplah sayangi sahabatmu , jadikanlah sahabatmu menjadi sahabat sejatimu. Memiliki sahabat sejati bagaikan menemukan sekumpulan harta karun di sebuah negeri yang penuh kegelapan. Peluklah sahabatmu dan katakan "Aku sayang kamu sahabatku".

Putih Abu-Abu Ku

Awal perjalanan itu, berawal dari SMA Negeri yang jaraknya cukup dekat dari rumahku dengan susah payah kuarungi waktu demi sebuah SMA Negeri. Saat itu juga pengumuman dari SMPku keluar, dan menyatakan bahwa nilai UNku menjadi peringkat satu di SMPku. Sungguh tak terbayang apa yang aku rasakan ini, benar-benar tidak kusangka usahaku selama ini tidak sia-sia. Aku akhiri kisah masa putih biruku dengan indah. Masih sangat jelas dibenakku, terakhir aku melambaikan tangan pada teman-temanku sambil menuju gerbang sekolahku dan saat itulah, saat terakhir aku menginjak SMPku memakai segaram putih biruku.

Dengan nilai yang memuaskan, aku mendaftar disebuah SMA Negeri yang dekat dengan rumahku dan terkenal dengan SMA yang sangat disiplin. Penuh rasa bangga saat melihat senyum kedua orang tuaku. Saat itu aku benar-benar seperti ingin melayang. Kebahagiaan yang aku rasakan benar-benar sangat nyata. Inikah yang dinamakan kebahagiaan sesungguhnya. Pengumuman diterimanya siswa baru pun telah keluar, diantara 350 siswa yang diterima, salah satu namaku ada disana. Kehidupanku bagaikan dunia yang penuh kebahagiaan. Tak ada satupun rintangan yang menghadang perjalanan hidupku saat itu.

Masa orientasi siswa pun telah tiba, Aku masih ingat saat kedua rambut aku ikat dengan pita yang berwarna hijau, Saat itu rambutku masih sepinggang, senang rasanya menjalani masa orientasi siswa bersama teman-temanku. Berbagai persyaratan yang diberikan kakak senior untuk kami. Aku juga masih ingat dengan kakak senior yang menjadi pembimbing kami, mereka adalah kak farid dan nindy. Saat itu aku sangat kagum dengan mereka yang lincah dan menyenangkan saat berbicara didepan kelas. Sungguh saat itu menyenangkan sekali, aku berkhayal kalau aku suatu saat nanti akan bisa bericara di depan kelas dengan lancar dan lincah seperti mereka.

Masih sangat jelas dibayanganku saat aku pertama kali mengenal sosok sahabatku di SMA, Dia adalah Dian Sukmawati. Gadis cantik yang sangat ramah dan menyenangkan. Dia adalah sahabat pertamaku di SMA. Tutur katanya yang manja, sangat menjadi ciri khas baginya. Kami duduk berdua di bangku depan paling pojok. Kami berkenalan  saat masa orientasi siswaku telah usai. Hari demi hari aku lewati bersamanya, sungguh sangat menyenangkan. Canda dan tawa kami bagi bersama. Itulah saat pertama kalinya aku mendaptkan sosok sahabat sejati.

Tak terasa tetesan airmataku mengalir saat aku ingin menceritakan masa-masa SMAku bersamanya. Mungkin awal masa SMAku sangat manis, namun ditengah perjalanan masa ini aku mendapat sebuah musibah yang sangat tragis. Hari-hari di kelas X-1 sangat indah, ditengah-tengah persahabatan kami, kami mendapat sahabat baru, namanya Nurul Qomaria. Dia sosok gadis berhijab, dia gadis yang cukup periang dan baik. Kami bertigapun bersahabat di kelas kecil kami yang terletak di sudut lantai dua kelas X. Tepat disamping kelas kami, terletakk tangga, disitulah tempat kami bercengkrama, membagi suka dan duka kami. Kebahagiaan ini sungguh tak akan pernah kulupakan.

Tidak hanya di sampai disini, perjalanan kisah persahabatn kami berlanjut hingga kami beranjak ke kelas XI, kini kami tidak berada di kelas kecil kami lagi. Kita berpisah karena jurusan yang kita pilih berbeda, aku dan ria masuk kelas IPA sedangkan Dian memilih untuk masuk di kelas IPS. Namun jarakpun tidak bisa memisahkan kami bertiga, kami tetap saling berkunjung satu sama lain.

Hingga tiba saatnya liburan semester satu, tepat tanggal 2 Januari 2013. Malam itu aku mendapat sms bahwa sahabatku Dian meninggal. Rasa tak percaya menyelubungi benakku. Hingga segera aku menghubungi sahabatku qomaria . Ria pun tak percaya akan kabar burung tersebut. Entah kenapa tetes demi tetes air mataku terus mengalir meski rasa tak percaya ini masih ada dibenakku. Hingga kebenaran itu terbukti saat aku menelpon nomer sahabatku Dian dan kakaknya yang mengangkat tlp itu dan berkata "Dik, Dian sudah meninggal tadi jam 8, kami sekeluarga meminta maaf bila Dian dan keluarga punya salah " . Mendengar perkataan itu, aku tak berdaya. Satu katapun tak bisa aku lontarkan untuk menjawab perkataan itu. Tak sanggup rasanya aku kehilangan sosok yang selalu hadir disisiku, seperti orang gila saat itu. Masih terukir jelas di benakku senyumannya, cara dia menasehatiku, saat dia memelukku dikala aku terjatuh, dia sudah bagaikan saudara perempuanku sendiri.

Hari liburpun telah berlalu, tiba saatnya aku memulai semester duaku di sekolahku tercinta. Masih jelas terdengar di telingaku saat pengumuman di speaker kelasku berkata "Sebelum memmulai pelajaran hari ini, marilah kita mendoakan almarhumah Dian Sukmawati siswi kelas XI IPS 4 yang telah berpulang ke rahmatullah tepat tanggal 2 Januari kemaren" . Mendengar suara itu, aku benar-benar tak kuasa, aku benamkan wajahku diatas meja dan tetesan airmataku pun terus mengalir dan membasahi mejaku saat itu. Aku sangat rapuh saat itu.

Tragis, sangat tragis cara Tuhanku mengambil nyawa sahabatku itu. Kenapa harus dengan tertindas truk trailer itu? Kenapa harus dengan cara itu? Akupun bertanya-tanya pada diriku sendiri. Perasaan benci pada Tuhanku sangat kuat. Hari-hariku hanya aku isi bersama tangisan. Rasa kehilangan yang sangat mendalam, benar-benar aku rasakan.

Aku pun memutuskan untuk menyendiri, aku mulai ingin bangkit. Aku ingin Dian bangga menjadi sahabatku saat aku mulai bangkit dan mengukir prestasiku lagi. Sudah setengah tahun aku tidak menemui Qomaria, aku tidak ingin teringat masa-masa saat kami berkumpul.

Kelas XII, inilah masa dimana aku mulai membuka diri dan mulai menemui Qomaria lagi. Semua kesedihanku mulai aku kubur dalam-dalam. Aku ingin mengakhiri semua kesedihanku, Masa itu adalah masa yang bahagia, bersama teman sekelasku, aku mencoba membentuk pribadi yang lebih menyenangkan dan riang. Inilah sosok Lila yang baru, inilah yang aku tunjukkan pada semua orang, bahwa aku bisa berdiri lagi dari keterpurukan ini.

Aku akhiri masa Putih Abu-abuku dengan kenangan yang manis dan pernuh warna. Tepat tanggal 27 Maret namaku ada di antara 70 orang dari 1350 pendaftar jalur SNMPTN di Faculty of Nursing dengan beasiswa yang aku terima. Inilah yang aku katakan pada buku diaryku "Dian, inilah persembahanku buat kamu, inilah hasil dari support yang telah kamu berikan. Terima kasih telah hadir di kehidupanku untuk menggapai cita-citaku". Kelak jika aku sudah menjadi perawat, sebisa mungkin akan aku kerahkan seluruh jiwa dan ragaku demi menolong jiwa pasienku.Karena aku tau bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kita sayangi.

Inilah kisah perjalanan masa putih abu-abuku yang penuh suka dan duka. Lila, Dian, Ria-Selamanya..